»

Hasil Pencarian

Sabtu, 23 Mei 2009

Cara Berkelit Para Perokok

Meski ada banyak efek negatif dari rokok, banyak orang tetap setia mengisapnya. Dalihnya pun beragam, sudah diimbangi dengan konsumsi vitamin antioksidan, olahraga, dan sebagainya.

Cukup berartikah imbangan itu?
Semua orang tahu, merokok bisa membuat banyak masalah. Merokok bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, kanker, merusak janin, dan sebagainya. Banyak juga yang paham kalau pengaruh jelek rokok dengan nikotin sebagai kandungan utamanya, bisa mengenai mereka yang turut mengisap asapnya.


Namun, tampaknya pentahuan tentang bahaya nikotin dan racun-racun pada rokok tidak cukup ampuh dalam mengajak orang untuk berhenti merokok. Buktinya, ribuan orang masih saja mengisap batang demi batang berisi tembakau itu.

Pakar penyakit paru FKUI/RS Persahabatan, Prof. Dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp.P, menyebutkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia yang pada tahun 1990-an sekitar 22,5 persen naik menjadi 60 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2000.
Estimasi Depkes pada tahun 2001 bahkan lebih mencengangkan. Sekitar 70 persen dari penduduk Indonesia, yaitu sekitar 140 juta orang, adalah perokok aktif. Dari jumlah itu 60 persennya, kira-kira 84 juta orang, adalah masyarakat kelas ekonomi bawah.

Perkiraan Badan Kesehatan Dunia, WHO, lebih mengerikan karena sekitar 59 persen pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian. Konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang. Dalam hal ini Indonesia menduduki urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), Amerika Serikat (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 mlliar).
Menurut perkiraan WHO hal itu terjadi akibat gencarnya iklan rokok lewat berbagai media, dan dukungan perusahaan rokok pada berbagai peristiwa olahraga dan hiburan. Padahal, target acara-acara tersebut kebanyakan adalah anak muda.

Kematian akibat rokok menurut Depkes mencapai 58 ribu orang per tahun. WHO bahkan memperkirakan, tiap tahun ada 4 juta orang meninggal akibat penyakit karena merokok, dan diperkirakan pada tahun 2020 angka kematian akan bertambah menjadi 8,4juta per tahun.

Data Tak Berbicara
Data tersebut nyatanya tak bisa berteriak kepada kebanyakan perokok. Artinya, tidak banyak perokok yang terpengaruh data yang mengerikan itu. Ada banyak alasan atau rasionalisasi yang disampaikan.

Simak saja uraian Joko (35), pria asal Palembang yang juga pegawai sebuah bank. “Menurut saya, merokok itu bukan satu-satunya faktor penyebab sakit jantung, stroke, dan lain-lain. Banyak faktor lain yang leblh membahayakan. Kalau faktor-faktor lain itu dihindari, ya aman,” kata bapak dua anak ini, yang sudah merokok sejak kelas 3 SMP, coba berkilah.

Alasan yang dikemukakan Toni (30) lain lagi. Perokok yang melahap tiga bungkus rokok sehari ini sambil bercanda mengatakan, “Kakek gue perokok juga kayak gue. Umurnya sekarang 80 tahun. Dia merokok sejak umur 20-an tahun, tetapi masih hidup dan nggak sakit-sakitan. Memang dia nggak ngisap rokok modern alias ngelinting sendiri.”

Tentu dalih atau alasan yang sama dan mirip satu sama lain, akan banyak kita temui di antara para perokok. Rumusannya saja yang mungkin berbeda, tetapi nadanya sama, bahwa menurut mereka merokok bukan satu-satunya penyebab penyakit-penyakit berat itu. Tak sedikit yang bahkan berkata, “Merokok ya mati, nggak merokok mati juga. Mending merokok.”

Meski begitu, beberapa perokok menyadari bahwa merokok setidaknya bisa menyebabkan beberapa hal lain yang mengganggu, misalnya membuat bibir dan gigi hitam, bau napas, dan keringat tak sedap. Meski efek lain lebih mengerikan, yakni terganggunya sistem pembuluh darah yang bisa menyebabkan sakit jantung, tampaknya justru efek kecil yang langsung terasa itulah yang mendapat perhatian perokok.

Simak saja omongan pria usia 32 tahun bernama Bayu, “Wah, kalau keringatku sudah bau rokok, aku langsung berhenti, walaupun besok merokok lagi. Paling nggak, bau keringat ini hilang dulu.”

Beberapa perokok lain tetap meneruskan kegiatan merokoknya karena mereka mengimbanginya dengan asupan vitamin, olahraga, atau minum banyak air putih setiap hari.
Adi (40) misalnya, bapak dua anak ini menyebutkan, selalu minum air putih sebanyak dua gelas setiap bangun tidur pagi. Masih ditambah jalan-jalan pagi hari selama setengah jam di Senayan.

Hal yang mirip juga dikerjakan Rizal (35). Pria penggemar lagu-lagu romantis ini rajin minum air putih sebanyak dua gelas ukuran jumbo di pagi hari. "Terakhir aku cek kesehatan, paru-paruku nggak masalah, Kondisi tubuh lainnya juga bagus. Aku rasa karena air putih ini. Jadi, ya aku tetap merokok,” ungkap pria yang merokok sejak SMA ini.

Asupan yang dianggap sebagai “penyeimbang” ternyata tidak hanya air putih atau olahraga. Joko (30), editor di sebuah penerbitan terkemuka di Jakarta, mengaku rajin minum jus tomat campur wortel sebanyak satu gelas besar setiap pagi. Menurutnya, jus buah in membantunya menghadang efek buruk rokok yang sudah diisapnya sejak kelas 2 SMA.

Lain lagi kisah Andi (43). Arsitek lulusan Universitas Katolik Sugiyopranoto itu rajin minum vitamin C dan E dosis tinggi. “Untungnya sekarang ada produk vitamin C yang sekali minum sampai 1.000 mg, tambah enak saja,” ungkap bapak satu anak ini.

Andi berpikir bahwa dengan minum vitamin C atau E, efek yang tidak diinginkan dan rokok bisa dihambat. "Rokok ‘kan menimbulkan radikal bebas dalam tubuh. Nah, biar tidak membuat tubuh rusak, kasih saja antioksidan, ya dengan vitamin-vitamin itu,” katanya.

Lebih Baik Stop
Dr. Pradjna Paramita, MD, FCCP, ahli paru dari RSPAD Gatot Subroto menyebutkan dengan tegas, langkah-langkah yang ditempuh para perokok itu sebenarnya tidak begitu berarti. “Ada sekian ribu racun yang bisa masuk ke dalam tubuh,” ungkapnya.

Dokter Mita, begitu spesialis paru ini dipanggil, menjelaskan bahwa memang tidak serta merta penyakit akan langsung bisa dirasakan, seperti kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang berlangsungnya memakan waktu tahunan.

“Penyakit-penyakit ini akan dirasakan bila orang sudah bertahun-tahun merokok. Mulai terasa di usia lebih dari 35 atau 40 tahun," ujarnya.
Nikotin dan ribuan racun lain akan menumpuk. Kalau sudah menumpuk, sel-sel tubuh yang semestinya beregenerasi setiap hari, tidak akan punya kesempatan melakukannya lagi. Sel-sel tubuh yang aus terus-menerus tidak lagi bisa berfungsi dengan baik.
Asupan air, jus, atau buah-buahan serta vitamin antioksidan tidak akan efektif memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, apalagi bila rokok yang diisap mencapai puluhan batang per hari.
Menurut Dr. Mita, satu-satunya langkah yang harus ditempuh adalah berhenti merokok. “Stop merokok lebih baik. Karena efek yang dirasakan tidak hanya untuk para perokok sendiri, melainkan juga orang lain. Orang lain ikut diselamatkan dengan tidak adanya asap rokok!” katanya.
Bahkan, kalau ada alat yang bisa menghambat nikotin dan tar rokok, efek asap rokok tetap saja tidak menguntungkan, buat para perokok sendiri maupun orang lain. Tentu efek ini tergantung dari beberapa hal, misalnya lamanya merokok (tahunan), jumlah yang dikonsumsi per hari, tingkat kadar tar dan nikotin, seberapa dalam isapan, juga seberapa dekat dengan filter isapan itu.
Apa pun alasannya, zat racun dalam rokok tidak akan pernah menyehatkan bagi tubuh. “Daripada menderita di kemudian hari, lebih baik sejak sekarang mencoba menahan diri untuk tidak merokok. Apa enaknya sih merokok?” tanya Dr. Mita.

0 komentar: